Sebelum KDE dan Setelah GNOME

Artikel terkait : Sebelum KDE dan Setelah GNOME

Berbicara mengenai Linux tidak akan terlepas dengan desktop yang melekat padanya. Pada umumnya Linux itu hanya sebuah kernel dan sistem pengoperasian linux murni menggunakan CLI yang berbasis text, untuk itulah agar dapat diterima dan juga kemudahan dalam pengopreasiannya yang digunakan oleh semua kalangan, Linux perlu mengadopsi sistem GUI agar dapat digunakan dengan mudah, dengan demikian seiring dengan berjalannya waktu banyak sekali desktop yang lahir di Linux sehingga membuat distro Linux mempunyai beragam-ragam lingkungan desktop dan juga dengan tampilannya sama halnya dengan negara Indonesia yang mempunyai banyak keragaman di dalamnya.

Berbicara mengenai desktop yang ada di Linux sudah pasti Anda mengenal 4 Lingkungan desktop yang pada umumnya, sudah hampir tersedia di semua distro Linux yaitu, Gnome, Kde, Lxde dan Xfce. Sedikit saja saya akan menulis desktop yang pernah saya gunakan.


Sebelum KDE

Pertama kali menggunakan Linux, tepatnya sekitar 8 bulan yang lalu saya mencoba untuk dualboot Windows dengan Linux dan diakhiri dengan menginstall Linux BlankOn dengan kode Rote yang merupakan distro Linux buatan anak Indonesia di komputer saya. Layaknya seorang yang baru saja memenangkan tiket pergi ke negara Inggris dengan bangga saya mempamerkan ke teman saya bahwa saya menggunakan Linux. Pada saat itu saya masih ingat bahwa Linux BlankOn dengan kode Rote pada tampilan desktopnya mereka menggunakan desktop Manokwari sebagai desktop defaultnya.

Desktop Manokwari
Manokwari merupakan desktop shel untuk Gnome 3, dikembangkan oleh pengembang ​BlankOn Linux dan merupakan desktop bawaan distro BlankOn Linux. Seperti gambar di atas bagus sekali tampilan desktop Manokwari yang saya suka dari desktop Manokwari adalah kemudahannya dan juga sangat ringan untuk komputer saya. Tidak banyak yang saya lakukan saat memakai BlankOn hanya sekedar berinternetan, mendengarkan musik dan bermain game. 2 bulan berlalu bersama BlankOn akhirnya saya memutuskan untuk mencoba distro Linux yang lainnya yaitu Kali Linux dengan based Debian Wheezy.

BlankOn Linux merupakan keluarga dari Debian, jadi saya memutuskan untuk memakai distro Debian, namun suatu kendala menghampiri saya pada saat itu, yaitu dengan terbatasnya koneksi internet yang saya miliki, karena pada saat itu saya masih belum mempunyai sebuah modem, melainkan saya hanya menggunakan koneksi internet dari hp yang saya jadikan sebagai wifi untuk download distro Linux. Mengingat size Debian yang berkisar 4GB saya memutuskan untuk memakai Kali Linux yang sizenya berkisar 2GB saya lihat dan perhatikan tidak ada perbedaan antara Kali Linux dengan Debian karena Kali Linux merupakan based dari Debian.

Desktop Gnome Classic

Gnome Classic sebagai desktop default di Kali Linux, ini merupakan awal langkah belajar saya di Linux, saya mulai belajar dasar-dasar Linux beserta perintah terminal sedikit demi sedikit dan saya juga mulai aktif di group-group Linux yang ada di sosial media untuk belajar. Saya sangat suka dengan Gnome Classic tanpa mengaktifkan fitur gnome-fallback yang menjadikan Gnome saya menjadi sangat ringan bahkan saat waktu idle hanya memakan pemakaian memory sekitar 130 MB. Gnome begitu nyaman buat saya, di Gnome saya juga mulai membiasakan diri memakai Linux mulai dari mengerjakan tugas sekolah, berinternetan, mendengarkan musik dan lain-lain. Satu kata dari saya untuk Gnome "Kamu yang terbaik" itulah yang saya ucapkan begitu senangnya memakai Gnome.

Setelah GNOME

Di akhir tahun 2014 saya begitu aktif di group Ubuntu Indonesia yang ada di facebook banyak sekali yang saya pelajari di sana mulai dari pemahaman mengenai open source dan tentang Linux lainnya. Sedikit dari yang saya lihat penghuni group Ubunti Indonesia orangnya semuanya peduli dengan orang awam di Linux (seperti saya ini) dengan mudah dan sabar mereka menjawab pertanyaan-pertanyaan yang di lontarkan oleh para pengguna awam. Salah satunya adalah kang Ade Malsasa Akbar tidak hanya beliau saja, melainkan masih banyak super user yang ada di group Ubuntu Indonesia yang tidak bisa saya sebutkan di sini. Beliau adalah penghuni group Ubuntu Indonesia dan beliau juga pengguna Linux dengan menggunakan KDE sebagai tampilan desktopnya di Linux. Jujur beliau saya jadikan sebagai panutan saya di Linux banyak yang saya pelajari dari beliau tentunya dalam hal menulis dan juga mengenai Linux. Salah satunya berhubungan dengan desktop. Beliau yang menyarankan kepada saya untuk memakai desktop KDE, jujur pertama kali saya takut dengan KDE bukan karena menyeramkan melainkan saya takut komputer saya menjadi lamban karena memakai KDE itu di sebabkan mitos yang tersebar di kalangan pengguna Linux banyak yang mengatakan bahwa KDE itu berat. Perlahan-lahan saya mulai membandingkan pilih install KDE atau tidak, teringat perkataan teman-teman sesama pengguna Linux berkata "Jangan bertanya, coba install dan rasakan sendiri, karena setiap orang mempunyai penilaian yang berbeda-beda" pada akhirnya saya mengikuti saran dari kang Ade Malsasa yaitu menginstall KDE di Linux saya tanpa menghapus desktop Gnome.

Desktop KDE
Menurut wikipedia inilah desktop KDE dan platform pengembangan aplikasi yang dibangun dengan toolkit Qt dari Trolltech. KDE dapat ditemui pada berbagai sistem Unix, termasuk Linux, BSD, dan Solaris. Keunggulan utama KDE adalah kemudahan pemakaian, fleksibilitas, portabitilis, dan kekayaan fitur. KDE dikembangkan sejalan dengan KDevelop, paket pengembangan perangkat lunak, dan KOffice, paket aplikasi office. KDE desktop yang saya pakai sekarang dan pastinya akan saya usahakan saya tidak akan mengganti desktop saya lagi karena saya sudah mencintai KDE. Dengan KDE saya belajar full mengerjakan tugas sekolah, mendengarkan musik, melihat film, dan kegiatan sehari-hari saya sudah menggunakan Linux dan sudah tidak login lagi ke Jendela hanya tinggal menunggu waktu untuk menghapus si Jendela dari hardisk saya. Setelah Gnome saat ini saya sudah menemukan pengganti yang tepat selain Gnome, yaitu KDE.

Info :
  • Bagi Anda yang ingin menggunakan desktop KDE, namun takut komputernya menjadi lamban ini sedikit info mengenai komputer yang saya pakai "Intel Celeron 1,8 Ghz dan Ram 2GB"

Perbedaan Menurut Saya

# Tampilan
  1. Desktop Manokwari : Tampilannya bagus dan sederhana, dengan tampilan menu atas yang merupakan ciri khas distro Linux.
  2. Desktop Gnome : Sama halnya dengan Manokwari, dengan tampilan menu atas yang merupakan ciri khas dari distro Linux.
  3. Desktop KDE : Tampilannya bagus sudah seperti tampilan di Windows, dengan menu di bawah namun, bisa di rubah ke atas.
# Sumber daya
  1. Desktop Manokwari : Karena tampilannya yang sederhana hanya memerlukan sedikit memori untuk menjalankannya.
  2. Dekstop Gnome : Karena yang saya pakai adalah Gnome Classic maka tidak banyak memakan memori saat menjalankannya.
  3. Desktop KDE : Tampilan full GUI jadi lebih sedikit banyak menguras memori daripada desktop Manokwari dan Gnome.

Penutup

Tulisan ini hanya sekedar cerita dari saya dan pendapat dari saya, saya minta maaf jika ada penulisan kata dan juga pemahaman mengenai Linux yang saya tulis tersebut masih salah, karena saya masih pengguna awam di Linux. Sekian artikel kali ini terima kasih banyak sudah membaca.

Artikel Iyungtux.web.id - Media Informasi Anak Rumahan Lainnya :

4 komentar:

  1. hmmm...ijin komentar dulu aja dech ya mas, soalnya tulisannya panjang bener,,baru baca setengah tetapi mata sudah capek melirik kekanan dan kekiri dan alhasil alhamdulillah belum mengerti. hehe..

    salam dari Sahabat Blogger 77

    ReplyDelete
    Replies
    1. Maaf, jika apa yang saya tulis tidak bisa Anda pahami dengan baik.

      Delete
  2. mantep, jadi bangga install KDE. Padahal tadinya mua saya buang, dan pindah ke Gnome.

    ReplyDelete

Silahkan berkomentar sesuai dengan topik terima kasih sudah berkunjung.

Copyright © 2015 Iyungtux.web.id - Media Informasi Anak Rumahan